Judul: Pamali
Sutradara: Bobby Prasetyo
Pemain: Marthino Lio, Putri Ayudya, Taskya Namya, Unique Priscilla, Rukman Rosadi, Fajar Nugra
Genre: Horror
Durasi: 99 menit
Tahun Rilis: 2022
Platform OTT: -
"Sepasang suami-istri disambut kisah masa lalu keluarga yang tak mengenakkan saat pulang ke kampung halaman untuk persiapan penjualan rumah peninggalan."
Di zaman sekarang, film adaptasi bukanlah sesuatu yang baru. Entah itu didasarkan dari materi novel, komik, ataupun gim, film adaptasi memiliki pertimbangan dan tantangan tersendiri bagi para pembuat film karena telah memiliki basis penggemar terlebih dahulu. Di Indonesia sendiri sudah banyak sekali menelurkan film-film adaptasi, sebut saja beberapa di antaranya: KKN: Di Desa Penari (Awi Suryadi, 2022), Terlalu Tampan (Sabrina Rochelle Kalangie, 2019), Dilan 1990 (Fajar Bustomi & Pidi Baiq, 2018), Si Juki The Movie: Panitia Hari Akhir (Faza Meonk, 2017), Laskar Pelangi (Riri Riza, 2008), hingga Ada Apa Dengan Cinta (Rudi Soedjarwo, 2001). Periode film adaptasi gim Indonesia dibuka oleh DreadOut (Kimo Stamboel, 2019) didasarkan pada gim PC berjudul sama yang dikembangkan Digital Happiness dengan kualitas film cukup memuaskan dan jumlah penonton melebihi angka delapan ratus ribu. Pamali arahan Bobby Prasetyo ini adalah adaptasi gim Indonesia kedua.
Bisa dibilang Pamali dibuka dengan tidak cukup meyakinkan, tidak cukup kuat dan terkesan terburu-buru. Sempilan klip di opening yang dimaksudkan memberi kesan ngeri justru tampak kosong dan dipaksakan. Padahal jika memang tidak memiliki prolog, tidak perlu memaksakan menyelipkan cuplikan babak ketiga film. Rasanya Pamali akan baik-baik saja dengan pengadeganan Jaka Suryana (Marthino Lio) dan Rika Retnosari (Putri Ayudya) yang sedang dalam perjalanan ke kampung halaman sebagai pembuka.
Sepanjang penceritaan, cara menakuti Pamali lumayan ampuh meski berujung tidak istimewa. Penampakan setannya bisa dibilang medioker. Namun, dibalik itu ada beberapa hal yang menjadikan film ini tetap menarik untuk ditonton dan diperbincangkan. Misal, kombinasi antara lagu Santai milik NonaRia yang bernuansa ringan dan asik disetel di pagi hari sebelum kekacauan terjadi sementara scoring gubahan Ricky Lionardi yang mampu membuat bergidik bersemayam di malam hari.
Penyuntingan dari Bobby Prabowo adalah salah satu hal yang paling menyita perhatian di film Pamali. Transisi masa lalu dan masa sekarang dilakukan begitu cermat dan halus. Hal ini disokong naskah milik Evelyn Afnilia yang tidak mendiktekan segala kejadian masa lalu dalam satu pengadeganan seperti kebanyakan film-film horor lain melainkan dimunculkan sedikit demi sedikit di sepanjang durasi yang karenanya juga menimbulkan aroma misteri yang cukup kental. Kemunculan adegan-adegan masa lalu di film ini pun tidak dilakukan secara serta-merta tetapi sebaik mungkin dihubungkan dengan kejadian yang tengah terjadi di masa di mana dua karakter utamanya hidup. Hal inilah yang menjadikan peralihan waktu di film Pamali terkesan cerdas dan tidak asal jadi hingga akhirnya menuai rasa kagum setiap kali disuguhkan.
Naskah Evelyn yang juga memberi ruang konflik antar karakternya, membantu Pamali hadir lebih bernyawa dari sekadar film setan biasa. Didukung penampilan para pemainnya, terlebih Putri Ayudya dan Taskya Namya, masalah-masalah karakternya berhasil dipresentasikan dengan baik. Tambahan plot twist brilian di ujung fIlm selain memungkinkan adanya sebuah sekuel tak terduga, juga menjadikan slogan “melanggar adat” di film ini memiliki peran lebih serius dari sekadar mengundang kehadiran setan. Bagian klimaks Pamali memang tidak bisa dibilang buruk, tetapi bisa lebih baik dan lebih menggigit. Sangat disayangkan adegan penentunya kurang bisa dinikmati karena kualitas gambar yang terlalu minim pencahayaan serta kemunculan bagian lain rumah yang terasa mendadak dan entah datang dari mana karena sekalipun tidak pernah disorot sebelumnya.
POV orang pertama yang sempat digunakan di babak akhir film adalah daya tarik tersendiri, memberikan sensasi bermain gim di layar lebar meski (sangat) sebentar. Mungkin ke depannya POV ini perlu dipertahankan dan dikembangkan lagi sebagai ciri khas film-film adaptasi gim terutama gim horor mengingat DreadOut arahan Kimo Stamboel pun melakukan treatment serupa tiga tahun silam. (🎬 3.5 / 5)
Tidak dianjurkan menonton trailer-nya sebelum menonton filmnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar