Dalam proses pengerjaannya, ada satu bagian di cerpen "Di Tiap-tiap Dinding" atau tepatnya di halaman 9 (sembilan) dalam buku antologi "Denting Waktu" (KMO Indonesia, 2020), yang sengaja dihilangkan karena pertimbangan jumlah halaman dan untuk menjaga konsistensi genre tulisan. Bukan satu bagian yang memengaruhi benang merah cerita memang, anggap saja hadiah kepada para pembaca.
---
Dion merebahkan diri di ranjang orang tuanya. Menghadap langit-langit. Ibu di samping menemani. Mengipasi dengan buku tulis yang kerap diisi resep-resep masakan, mengelus-elus kepala anak laki-lakinya. Dion terlelap, begitu nyenyak, dengan kenangan-kenangan menjaganya.
"... Kalau tidak bobo, digigit nyamuk."
Mata Dion membuka. Suara di benaknya menghilang. Tidak ada lagi Ibu yang melantunkan lagu pengantar tidur. Tidak ada apa-apa, hanya dirinya dan keheningan sekarang. Dion duduk di pinggir ranjang, menemukan dirinya berada di tengah kegelapan. Ia hendak turun menyalakan lampu ketika kakinya menyentuh sesuatu yang dingin dan basah di lantai. Kamar itu tergenang. Dinding-dinding habis diguyur air dari atap-atap bocor.
Suara petir di luar rumah.
Read more on wattpad.
---
Tags : di tiap-tiap dinding, aditya prawira, drama, denting waktu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar