Alhamdulillah,
setelah “Breathing for A Death” (Puput Happy Publishing, 2013) tujuh
tahun lalu, penulis masih berkesempatan berkontribusi dalam antologi cerpen
lagi. Berjudul #DiTiaptiapDinding, kini cerpen penulis akan berkolaborasi dengan
para alumni KMO Batch 23 Kelompok 1A dalam buku #DentingWaktu. Mengusung
tema “Kenangan Masa Lalu”, pre order dan giveaway buku #DentingWaktu periode
26 Juni s/d 04 Juli 2020 sudah bisa kamu ikuti. Info giveaway sila klik di sini.
Serangkaian
kisah lama kembali menyapa. Masa lalu tak akan bisa terhapus begitu saja.
Karena
ia adalah bagian dari kehidupan anak manusia. Ada yang manis membekas, ada yang
pahit menyesakkan.
---
Dion mengirim sejumlah uang setiap bulan meski sempat ditolak Pak Rahmat. Juga mengizinkan beliau memakai fasilitas rumah orang tuanya walau tidak banyak yang tertinggal. Jika ada uang diperlukan, mungkin ada perbaikan macam-macam, Pak Rahmat dengan senang hati dipersilakan menghubungi. Apa pun dilakukan Dion, asal rumah itu tetap awet dan bertahan. Karena menurutnya, tidak ada hal yang lebih berharga daripada kenangan yang telah ditorehkan berpuluh tahun lamanya di tiap-tiap dinding. Entah itu kenangan baik, atau buruk.
Dion mengenakan kaos polos putih, celana jogger berwarna peanut, sneakers putih, serta kupluk cokelat. Bertahan di belakang kemudi meski mesinnya sudah dimatikan. Ia memandangi refleksi dirinya yang masih kecil di halaman dari balik pagar, yang berlarian bersama Ibu dengan hanya mengenakan singlet dan celana dalam. Ia ingat. Mengejar bola berwarna yang dilempar ke sana kemari. Ia ingat. Tawa Ibu juga tawanya sendiri. Dion menyeka air mata, menunduk, dan menggigiti bibir bawahnya demi bertahan dari kenangan yang menyambutnya pulang. (Aditya Prawira, Di Tiap-tiap Dinding)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar