[Review] The Philosophers

Directed by John Huddles
IMDB Rating: 5.7 / 10 (diakses pada 12 Juni 2014)

Mr. Zimit (James D’Arcy) melakukan eksperimen bersama dua puluh siswanya di pertemuan terakhir kelas filosofi mereka–termasuk yang terbaik, Petra (Sophie Lowe); mereka diberikan profesi khusus secara acak dan selama setahun diharuskan tinggal dalam sebuah bunker untuk menghindari lingkungan yang dipenuhi radiasi bom-bom atom serta meneruskan kehidupan ras manusia setelahnya. Tahap pertama yang harus dilakukan: dengan mempertimbangkan masing-masing profesi yang diberikan, mereka harus memilih siapa-siapa saja di antara kedua puluh satu yang akan tinggal di dalam bunker berkapasitas sepuluh orang–sisanya dibunuh atau dibiarkan di luar.

---


The Philosophers’ atau yang juga dikenal dengan nama ‘After the Dark’ ditulis, disutradarai, sekaligus diproduseri oleh John Huddles. Menceritakan tentang kelas filosofi milik Mr. Zimit yang akan segera berakhir dan ia yang ingin menantang murid-muridnya untuk melakukan eksperimen perpisahan.

Film dibuka dengan James dan Petra (masing-masing diperankan oleh Rhys Wakefield dan Sophie Lowe) yang sedang bermesraan dalam sebuah ruangan, diikuti dengan James yang akhirnya tertidur dan datang (hampir) telat ke kelas filosofi.

Dari segi cerita, ‘The Philosophers’ menawarkan sesuatu yang menarik, yang sedikit banyak mengingatkan pada film-film survival seperti ‘The Hunger Games’, ‘Incite Mill’, dan ‘Battle Royale’, yang hanya saja di film ini, sang penulis menambahkan sedikit unsur fantasi yang membuatnya berbeda dan unik. Juga, ditambah dengan penggarapan efek visualisasi dan angle-angle kamera yang sangat indah, kita akan diajak menikmati film dengan menelurusi jalanan di Jakarta dan berpetualang di sekitar Prambanan dan juga Bromo. Yup, film ini mengambil setting Indonesia.

Sebagaimana judulnya, ‘The Philosophers’ (yang berarti filsuf), film ini juga menawarkan konsep-konsep logika yang rumit dalam percakapan-percakapan kelas, yang tentu saja membuat kita tercengang mengingat betapa film ini benar-benar ingin dibuat, dengan memikirkan segala masalah ini-itu yang sering mengalami perdebatan di dunia sehari-hari; beberapa dari percakapan tersebut cukup bisa diikuti dan dipikirkan sementara sisanya mengambang bersama dengan alur cerita yang untungnya cukup ringan dan menyenangkan. ‘The Philosophers’ akan membawa beberapa kasus logika-atau-perasaan seperti; apakah kita mengorbankan seseorang untuk bisa mempertahankan empat orang lainnya; membiarkan teman kita mati agar kita selamat, yang tentu saja kesimpulan dari kasus-kasus tersebut dikembalikan lagi ke penonton.

Dengan kedua puluh satu pemainnya, ‘The Philosophers’ tentu saja akan mengalami kesulitan tersendiri dalam pengenalan setiap karakternya. Tapi John Huddles yang notabenenya juga menangani masalah skrip dalam film ini, tampaknya tidak benar-benar ingin memikirkan hal itu. Dalam pengerjaannya, John sendiri memilih orang-orang yang sangat ‘beragam’ mulai dari warna kulit, bentuk wajah dan rambut, (masing-masing diperankan dengan cukup meyakinkan oleh para pemainnya, mulai dari James D’Arcy, Sophie Lowe, Rhys Wakefield, Daryl Sabara, Bonnie Wright, bahkan Cinta Laura Kiehl) yang mana akan mudah untuk diingat dalam visual dan tidak ingin repot-repot memanggil nama pemainnya satu per satu agar nama mereka diingat oleh penonton. Orang-orang dalam film ini akan menyebut nama teman mereka yang lain hanya ketika mereka butuh, sehingga tidak tampak seperti disengaja melainkan terasa benar dalam dialog antar teman. Beberapa mereka yang beruntung seperti Mr. Zimit, Petra, James, Jack, Chips mungkin akan sering disebut-sebutkan namanya sementara sisanya mungkin hanya dipanggil sesekali atau bahkan tidak sama sekali sehingga kita hanya mengenal mereka (selain dari bentuk wajah) dari profesi yang mereka dapat selama eksperimen–tidak terlalu menjadi masalah.

Alur film ‘The Philosophers’ cukup tidak terduga. Mulai dari kejadian-kejadian di sepanjang eksperimen yang dipenuhi kendala-kendala hingga akhir film yang ... ternyata. Klimaks film ini walaupun tidak diangkat dengan konflik yang besar, tapi dibawakan dengan suatu putaran kondisi yang membuat tercengang.

---


Tags :  

2 komentar:

  1. yup, masalah selera..
    orang-orang pada ekspektasi tinggi karena judulnya yang mengandung kata filosofi-mereka pikir filmnya akan penuh dengan twist dan misteri..
    di ROTTEN TOMATOES sendiri (salah satu situs resensi film dunia selain imdb, bisa cek di http://www.rottentomatoes.com/m/after_the_dark/) NEW YORK TIMES ngasih review negatif (rotten) untuk film ini sementara LOS ANGELES TIMES sama HOLLYWOOD REPORTER ngasih review positif (fresh)..

    BalasHapus

Pages