[Short Story] Not A Cinderella Story


            Tak ada yang menyangka –bahkan oleh dirinya sendiri- bahwa ia akhirnya bisa berduaan dengan sang pria idaman, pemain basket berkulit bersih yang biasa memakai sepatu kain cokelat bermotif garis putih jikalau sedang ada kelas, yang selalu membuat dirinya melakukan apapun untuk bisa berdekatan. Entah ini ada hubungan dengan hari ulang tahunnya atau tidak, yang pasti Caca tak akan menyia – nyiakan kesempatan emasnya, diajak jalan oleh Leo dalam keadaan yang tidak bisa diramalkan tanpa menghiraukan syarat jalan mereka; jangan pernah berharap lebih dan ini hanya untuk sehari, hanya hingga pukul dua belas malam.
            Sebenarnya –bagi Caca- ada keinginan untuk meminta penjelasan mengenai pukul dua belas malam itu. Kenapa harus pukul dua belas? Apa karena pada saat jam berdentang tepat pukul dua belas tengah malam merupakan akhir dari perayaan ulang tahunnya? Atau ia hanya meniru sketsa cerita Cinderella yang –baginya- secara tidak langsung berpendapat bahwa keajaiban itu tak akan pernah berlangsung lama? Sungguh ia ingin sekali bertanya. Tapi bagaimanapun juga –mungkin- akan lebih baik jika dia diam dengan segala ketidaktahuan. Setidaknya itulah yang ia pikirkan sebelum akhirnya nanti ia memutuskan untuk bicara -juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages