[Short Story] Dear Diary

18 Oktober 2013
Dear diary, 
Kali ini aku tidak bisa menyangkal lagi. Ini bukan sekadar rasa peduli dan kagum pada seseorang di dekat. Lebih dari itu.
            Aku menyadarinya pagi tadi. Aku, Papa, dan Mama, sebagaimana hari-hari yang lalu, sedang sarapan di meja makan saat tiba-tiba Papa menanyaiku mengenai olimpiade matematika, “Bagaimana persiapan?”
           Tentu saja aku bersemangat akan pertanyaan itu dan sebagai imbalannya aku ingin memberikan sebuah jawaban penuh keyakinan. Namun sesuatu keburu tertangkap di ujung mataku. Aku melihat’nya’ keluar dari kamar dan mendekat ke meja makan; dia bertubuh tinggi dengan mata cokelat serta rambut tebal pagi yang masih acakan; sedikit lebih kurus dibanding pemain drum lain–tetapi tetap menarik. Dan entah bagaimana suaraku yang tadinya ingin menggebu keluar, tertahan.
            “Se-sejauh ini baik, … Pa.”
         Tidak hanya orang-orang di sekitarku yang merasakannya, aku pun juga merasa bingung dengan suara tersendat-sendat yang keluar dari mulutku.
“Kau sakit?”
Dia, Kakak, yang tadinya baru saja beranjak dari kamarnya kini sudah duduk di sebelah dan tiba-tiba memegang keningku. Aku membatu dengan nafas tak terdeteksi. Jantungku berdegup dan bergetar seperti cymbal yang dipukul keras. Semoga Kakak tidak mendengarnya.
“Tidak panas. Mungkin kau hanya butuh sedikit ketenangan. Jangan terlalu memaksakan diri.”
           Aku terdiam, bahkan ketika Kakak mulai mengambilkan nasi untuk dirinya sendiri aku masih tidak bergerak. Sejenak aku memandanginya sebelum Papa bertanya apakah aku baik-baik saja yang kemudian kujawab dengan sama tersendat-sendatnya dengan jawaban sebelumnya. Ya, aku jatuh cinta dengan kakakku sendiri.

19 Oktober 2013
Dear diary,
Sepulang sekolah aku mendengar Kakak dan teman-temannya sedang latihan di studio. Aku spontan mendekat ke pintu, diam-diam menyimak lagu yang sebelumnya tidak pernah kudengar. Lagu baru mereka yang lain.
           
Tetaplah berjalan, jangan pernah berhenti
          Esok yang cerah sudah menanti

Bunyi drum kemudian terdengar mendominasi di antara bunyi yang lain di telinga. Bukan karena memang aransemen yang demikian disengaja oleh mereka, melainkan otakkulah yang secara khusus melakukannya–meredupkan suara-suara lain dan berfokus pada satu hal. Kakak. Aku bisa melihat bayangnya bergerak memukulkan stick menjadi bunyi walaupun sekarang aku sedang berada di balik pintu berkayu padat.
Aku mencari-cari cara agar bisa masuk, ingin melihat Kakak bermain secara langsung–bukannya imajinasi. Lantas aku berinisiatif membawakan minuman untuk mereka: satu teko besar jus jeruk dingin lengkap dengan lima gelas kaca tinggi.
   Begitu aku masuk membuka pintu, orang-orang berhenti bermain dan memperhatikan. Aku sedikit salah tingkah saat ingin meletakkan minuman-minuman itu ke salah sudut ruangan mengingat di antara berpasang-pasang mata cokelat yang memperhatikan ada sepasang mata yang aku sukai.
“Terima kasih,” seorang teman Kakak mengatakannya.
Aku tersenyum, senang (tapi akan lebih senang jika Kakak yang mengatakannya). Lalu setelah mengambil sedikit pandangan pada Kakak yang memperhatikan, aku keluar ruangan dengan tersenyum.

29 Oktober 2013
Dear diary,
Aku mulai mencari-cari alasan untuk bisa berbicara dan berdekatan lama-lama dengan Kakak–deru nafasnya menenangkan, aku bertanya tugas yang padahal beberapa di antaranya sudah kutahu jawabannya; menyempatkan diri keluar kamar di selang waktu mempelajari lebih dalam mengenai persamaan matematika dan lainnya.
Semakin kemari aku merasa Kakak adalah sebuah kebutuhan. Aku tidak tahu bagaimana akan hidup tanpa dirinya.

9 November 2013
Dear diary,
Hari ini hari olimpiade matematika. Papa, Mama memberi semangat di meja makan dan bahkan ketika aku ingin berangkat. Aku mengangguk pada mereka. Dan kemudian menemukan diriku sendiri mencari-cari dimana Kakak.

22 November 2013
Dear diary,
Mencuri pandang adalah hal biasa dalam jatuh cinta diam-diam. Entah kenapa hanya dengan melihat orang yang disuka tersenyum akan membuat hati merasa tenang dan senang. Begitupun sebaliknya, jika melihatnya bersikap tidak biasa; aneh; menjadi lebih pemarah dan tidak peduli dari biasanya, akan ada rasa khawatir.
            Kakak tidak bersikap seperti biasa hari ini. Ia lebih banyak diam–Papa dan Mama menyadarinya, namun memutuskan untuk tidak terlalu mencampuri urusannya; belum.

23 November 2013
Dear diary,
Sudah dua hari dan Kakak masih saja seperti kemarin; diam.
            Kakak, ada apa?

25 November 2013
Dear diary,
Kakak tersenyum!
           Aku melihatnya tadi sore sedang menerima telepon di luar kamar dan ia tertawa. Terima kasih kepada teman-teman Kakak yang telah membawanya seperti ini lagi.

15 Desember 2013
Dear diary,
Kakak membawa seorang wanita sebayanya ke rumah. Dia seorang wanita berpakaian trendy dengan rambut panjang tergerai. Namanya, Indah.
           Indah dan Kakak mengobrol di ruang depan, menertawakan sesuatu yang tidak bisa kudengar. Di balik lemari–cukup jauh di belakang–aku kesal. Belum lagi Bibi yang bersikap sok ramah kepada Indah saat mengantar minuman seolah-olah Indah akan mendapat peran penting dalam keluarga ini nantinya; Bibi, kita tidak lagi berteman.

20 Desember 2013
Dear diary,
Di ujung pintu kamarnya yang entah memang dibiarkan terbuka atau tidak, Kakak terlihat menerima telepon dan (yang paling penting) tersenyum.
           Aku senang. Tapi kali ini tidak seperti biasa ketika melihatnya tersenyum, ada sedikit penasaran bercampur khawatir. Aku tidak lagi bisa melihat seorang teman yang sedang berada di balik telepon melainkan seorang Indah. Tetapi apa memang seperti itu? Apakah benar Indah? Di satu sisi aku ingat bagaimana Kakak menjadi pendiam hari kemarin. Jika Indah benar adalah orang yang sekarang sedang berada di balik telepon, maka kemungkinan besar wanita itu pula yang membuat Kakak berubah. Karena pada akhirnya akan lebih masuk akal ketika seseorang yang biasa membuat kita tersenyum yang kemudian membuat kita kecewa. Bagaimana jika nanti Kakak kembali disakiti?

23 Desember 2013
Dear diary,
Kakak tidak bisa membantuku mengerjakan tugas. Ia berkata ‘sebentar’ sementara handphone dipenganginya di sebelah telinga. Aku menunggu mondar-mandir di ruangan namun Kakak tidak pernah datang mengetuk pintu bahkan hingga tengah malam ini. Pintu kamarnya tertutup.

29 Desember 2013
Dear diary,
Kakak pergi bersama teman-temannya yang menjemput dengan mobil (aku pikir pasti Indah ada di dalam atau sedang menunggu di sesuatu tempat). Mereka belum pulang hingga pukul sepuluh setelah petang. Aku mengerjakan tugas-tugasku sendiri.

31 Desember 2013
Dear diary,
Kakak pergi dengan teman-temannya dan pacar mereka. Aku bertanya-tanya apa yang mereka lakukan dan ceritakan di bawah cahaya kembang api yang menyala malam ini. Akankah mereka saling berciuman?

1 Januari 2014
Dear diary,
Kakak akan menikah.

2 Januari 2014
Dear diary,
Kemarin malam aku menangis hampir tanpa henti.
         Seketika aku bisa merasakan kehampaan yang akan kurasakan setelah Kakak dan istrinya–Indah–mengadakan pesta dan pergi dari rumah. Siapa yang deru nafasnya sama membuat tenangnya seperti Kakak?

7 Januari 2014
Dear diary,
Yang ditakutkan terjadi; aku tidak bisa mengontrol diri, aku meledak. Aku menuduh Kakak tidak-pernah-ada-lagi-untukku saat Kakak lagi-lagi tidak menyempatkan waktunya untuk membantuku mengerjakan tugas, bahwa Indah telah menjadi prioritas.
Cemburu mulai mengambil tempat.

8 Januari 2014
Dear diary,
Kakak mendatangiku secara pribadi. Awalnya ia bertanya apa yang terjadi namun aku tidak menjawab. Apa yang harus aku katakan?
Kakak berkata bahwa ia mengerti bagaimana perasaanku (tapi aku yakin tidak) dan bahwa aku salah dengan berpikir bahwa dengan menikah ia akan pergi dan tidak peduli lagi pada rumah ini.
“Kakak akan selalu ada buat kamu, buat Papa, dan buat Mama.”

10 Januari 2014
Dear diary,
Kita sama-sama paham benar betapa aku telah jatuh hati pada kakakku sendiri. Kita pun sama-sama tahu (bedanya aku yakin kau telah menyadarinya sejak awal sementara aku baru beberapa menit lalu) bahwa perasaan yang kurasa ini adalah mustahil untuk dijadikan nyata dan di beberapa waktu justru menjadi masalah–seperti kemarin. Lantas aku berpikir kenapa harus Kakak yang kusuka, kenapa tidak orang lain. Aku mulai menerka kira-kira apa yang membuatku bisa jatuh cinta pada Kakak. Lalu aku menemukan ini:

“Entahlah, aku sendiri tidak yakin apa yang membuatku telah jatuh cinta pada Kakak. Entah karena sikap baik dan pedulinya, lalu aku mulai mencintai semua tentangnya–bahkan deru nafasnya–atau justru karena penampilannya yang tampan dan kesenangannya dengan drum yang membuatku jatuh cinta.”

Akankah aku menemukan orang lain yang lebih baik–atau setidaknya setara?Yang akan membuatku jatuh cinta tanpa membuatku pernah berpikir bahwa aku telah jatuh pada cinta yang teramat dalam?

3 Februari 2014
Dear diary,
Aku belum menemukan siapapun yang bisa menggantikan Kakak.

9 Februari 2014
Dear diary,
Hari ini aku menemani Indah dan Mama memilih gaun serta kebaya yang akan dipakai di hari H nanti. Hal membosankan terjadi berulang kali di butik: Mama mengambil sebuah gaun – Indah TERSENYUM dan mencobanya – Aku memandangi mereka (sesekali berkata atau mengangguk–jika ditanyai), menunggu. Begitu terus, hingga aku tidak tahan lagi dan akhirnya meninggalkan keduanya.

Nb: Sebenarnya bukan kebosanan yang membuatku benar-benar pergi keluar, melainkan senyum itu dan sikap Mama yang mendukungnya.

2 Maret 2014
Dear diary,
Indah semakin sering datang–beberapa kali bersama keluarganya–untuk membicarakan hal terkait pernikahan.

Indah tidak buruk (pikiran ini tiba-tiba mendatangiku); ia seorang wanita baik dari keluarga baik pula. Hanya kecemburuanku padanya membuat segala tentangnya menjadi gelap dan menjijikkan. Aku kasihan pada diriku sendiri.

13 April 2014
Dear diary,
Hari H.
Kakak tersenyum sempurna di pelaminan dengan seorang wanita yang sekarang telah menjadi istrinya. Wajahnya tampak cerah seakan tanpa beban. Aku jadi ingat senyum Kakak belakangan yang pernah aku lihat, senyum yang membuatku tenang adalah senyum yang bernada sama dengan hari ini. Indah adalah kebahagiaan Kakak, sebagaimana Kakak adalah kebahagiaanku. Walaupun pernah dibuat sakit, tapi itulah kehidupan.
Aku telah merenungkannya beberapa hari belakangan, tentang apa yang harus kulakukan ke depan. Aku sadar bahwa ada hal-hal yang kita inginkan tapi tidak akan terjadi. Banyak orang (termasuk aku) percaya bahwa Tuhan sedang mempersiapkan hal yang terbaik bagi semua orang, untukku. Tidak ada alasan untuk khawatir mengenai kebahagiaan, karena setiap orang memiliki porsinya masing-masing.
Waktunya telah tiba. Aku dan juga Papa serta Mama berdiri di samping kedua mempelai. Hari ini sebuah foto keluarga baru diambil, dengan sebuah cinta yang masih tak menunjukkan jati dirinya. Ya, aku masih mencintai Kakak.

26 Agustus 2014
Dear diary,
Ada seorang pria, yang sebelumnya tidak pernah kuceritakan kepadamu.


            ---
Tags : 

1 komentar:

Pages