Jerit
berkeliaran, memantul-mantul dalam apartemen [the apartment] tengah kota yang sesaat berubah menjadi bangunan
kematian. Cemas terpampang jelas pada seorang manusia yang masih tinggal, yang
berusaha menjadi pembaca [the reader]
situasi handal agar selamat lebih lama setelah sebelumnya membunuh salah satu
dari ‘mereka’. Tanpa senjata (orang ini terlalu takut mengambil pisau dapurnya
kembali yang menancap di leher seseorang) ia keluar dari tempat persembunyian. Ia
terjebak. Suasana lengang yang semenjak tadi ia pandangi dari dalam ternyata hanya
tipuan, kegilaan mengepungnya di depan sementara ia hanya sendirian [sendiri]
di dalam kandang [in cage (part 1)] berlumuran darah. Orang itu berbalik, mencoba berlari kembali ke tempat dimana
ia sebelumnya bisa bernafas tanpa harus melihat berpasang-pasang mata merah
mengerihkan. Kegilaan-kegilaan itu tentu saja takkan membiarkan ia lolos. Mereka
segera mengerubungi dan membanting wajahnya hingga membuat satu-satunya manusia
di apartemen itu tak sadarkan diri [blackout]
dan hancur mengikuti penghuni-penghuni lain.
---
Tags : #3, aditya prawira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar