Directed by Peter Jackson
Pertualangan ini bermula di enam puluh
tahun yang lalu, ketika Bilbo Baggins muda (Martin Freeman) sedang duduk santai
di beranda rumah dan didatangi oleh sosok tak dikenal yang mengaku bernama
Gandalf (Ian McKellen). Olehnya, ia ditawari sebuah pertualangan yang
menakjubkan. Pertualangan tentang memperebutkan kembali sebuah kerajaan dwarf yang telah dikuasai oleh seekor
naga bernama Smaug, yang pada akhirnya akan membawa mereka pada perjumpaan tak
sengaja dengan para Orc, Elf, Goblin,
dan Warg.
Awalnya Bilbo Baggins menolak, ia
mengaku tidak cocok dengan hal-hal seperti itu, dan dia–Gandalf–sedang salah
orang.
Malam datang. Bilbo Baggins kedatangan
para tamunya. Mereka adalah sekolompok dwarf
atas pimpinan Thorin Oakenshield (Richard Armitage), dan segala keputusan
pun dikeluarkan saat itu.
Masih berdasarkan buku J.R.R Tolkien dan
sutradara Peter Jackson, The Hobbit
merupakan prequel dari film trilogy The
Lord of The Rings.
Film ini dibuka dengan adegan Bilbo
Baggins yang sedang menuliskan cerita untuk Frodo tentang pertulangannya, yang
lalu membawa kita pada enam puluh tahun silam dimana semuanya bermulai.
Semenjak film ini menampilkan scene pertamanya, aku menyadari ada
sesuatu yang berbeda disana. Sesuatu yang sama sekali lain dari film-film yang
pernah kutonton sebelum ini. Film ini memiliki lighting dan gambar yang sangat berkualitas, yang dengan sedikit
sentuhan fantasy membuatnya segala
yang sedang berada disana tampak seperti sebuah pemandangan di negeri dongeng.
Dari segi cerita, film ini menawarkan
alur yang cukup berat dengan dialog ini-itunya, hingga kurang cocok dikonsumsi oleh
anak-anak walau secara visual dan scoring
film ini sangat menarik.
Scoring-nya
sendiri menyentuh sekaligus memberikan semangat serta perasaan-perasaan lain
yang tak langsung membantu kita terhanyut pada apa yang sedang kita lihat. Ditambah
lagi dengan teknik pengambilan gambarnya yang juga menarik–sangat mendukung efek
3D–kita akan dibuat menjelajahi sebuah kastil megah, sebuah gua penuh goblin, hingga pada pemandangan menarik
di New Zealand dengan angel yang
membuat kita menganga.
Film ini banyak sekali menawarkan kejutan-kejutan
di tengah-tengah pertualangannya, banyak hal-hal menakjubkan yang akan kita temui
dengan segala efek fantasy-nya, hingga
benar-benar membuat film ini merupakan pertualangan tak diduga sesuai dengan
judulnya.
Untuk sebuah film yang akan dibuat dua
seri, The Hobbit melakukan endingnya
dengan sangat baik. Film ini dibuat menggantung dengan timing yang tepat hingga dapat dipastikan Peter Jackson tidak akan
kehilangan penonton untuk lanjutannya. Dan bagi Anda pecinta The Lord of The Rings genre fantasy, The Hobbit adalah film yang tidak boleh dilewatkan begitu saja.
---
Tags : the hobbit, peter jackson, j.r.r tolkien, fantasy-adventure
Tidak ada komentar:
Posting Komentar