Directed by Gareth Evans
IMDB Rating: 8.8 / 10 (diakses pada 29
Maret 2014)
Rama (Iko Uwais) bersama dua polisi
lainnya, Letnan Wahyu (Pierre Gruno) dan Bowo (Tegar Satrya), berhasil keluar
dari gedung apartemen seorang bandar narkoba–dengan penuh luka dan tragedi. Dan
sementara dua teman lainnya itu memiliki urusan lain, Rama menemukan fakta bahwa
ia akan terus dikejar sebelum ia menghabisi akar masalah kriminal kota Jakarta.
‘The
Raid 2: Berandal’ merupakan sebuah sekuel dari film action sukses di dalam dan luar negeri, ‘The Raid’ (2011), yang ditulis dan disutradarai kembali oleh Gareth
Huw Evans. Menceritakan tentang kelanjutan nasib polisi Jakarta bernama Rama
yang berhasil keluar dari gedung apartemen milik seorang bandar narkoba, film
dibuka dengan satu scene tak diduga. Mungkin
untuk film-film bergenre sama, horror
ataupun thriller, adegan ‘pemancing’ yang
sedikit berdarah dan penuh ketakutan tentu saja sudah biasa. Hanya saja yang
tidak diduga dari scene ini adalah
karakter yang digunakan sang penulis, Gareth Evans dengan begitu saja
meletakkannya di sana dan membiarkan penonton ‘terbakar’ dalam rasa was-was untuk
film yang akan berjalan gila dengan aksi-aksi brutal.
Dari segi cerita ‘The Raid 2: Berandal’ menawarkan sesuatu yang lebih rumit dibanding
dengan ‘The Raid’–walau pada dasarnya
tujuan utama dari film ini adalah singkat namun dikendalai oleh sesuatu yang
berjalan tanpa diduga sehingga dipenuhi intrik dan kekerasan yang tidak ‘menyenangkan’–dengan
karakter-karakter yang lebih beragam.
Para pemain ‘The Raid 2: Berandal’ yang pandai bertarung tidak sekadar mahir
berkelahi, mereka juga dapat berakting meyakinkan dalam film, dan begitu pun
sebaliknya. Masing-masing peran dimunculkan dengan mempertimbangkan porsi pas
di bagian terbaik mereka: apakah sebaiknya seseorang itu lebih banyak bertarung
atau justru mengandalkan emosi semata. Untuk Iko Uwais sendiri di film ini
tampak menguasai perannya (seperti yang dahulu terlihat dalam ‘Merantau’) yang mana
pada film terdahulunya (‘The Raid’)
seakan tampak ditekan untuk tidak muncul keluar dan bebas berekspresi sehingga
memunculkan kekakuan terhadap karakternya. Kemunculan pemain-pemain baru dalam ‘The Raid 2: Berandal’, yang beberapa di
antaranya tentu saja tidak asing lagi di telinga seperti Tio Pakusadewo, Arifin
Putra, Julie Estelle, Oka Antara, Alex Abbad dan sebagainya, menambah kesegaran
film dengan hasil yang tidak mengecewakan.
Jika dibandingkan dengan film pertamanya,
tentu saja ‘The Raid 2: Berandal’ banyak mengalami kemajuan ke berbagai
sisi. Mulai dari cerita dan setting
yang berkembang untuk disajikan, penggunaan senjata ataupun gaya bertarung yang
tidak terkesan begitu-begitu saja, black
comedy yang di film sebelumnya belum sempat tersentuh bahkan muncul hampir di
sepanjang perjalanan film ini (tanpa mengganggu keseluruhan film), dan sinematografi
serta editing yang terasa lebih menarik
dan manis.
Klimaks ataupun proses menuju klimaks
dari film ‘The Raid 2: Berandal’ juga tepat. Berulang kali para penonton
bertepuk tangan di kursi mereka pertanda setuju dengan keseruan yang diberikan
ketika Rama mulai mengalahkan satu per satu ‘bos-bos kecil’ dengan akhir dari
setiap pertarungan yang wow.
Namun kematangan-kematangan Gareth Evans
yang semakin menjadi dalam menggarap film action
bukan berarti menjadikan ‘The Raid 2:
Berandal’ sempurna tanpa cacat. ‘The Raid
2: Berandal’ punya masalah tersendiri. Dalam banyak scene para pemain terdengar kurang jelas dalam mengucapkan dialog
mereka yang mana itu cukup mengganggu bagi para penonton yang memperhatikan dan
ingin mendapatkan sebanyak-banyaknya informasi bagaimana alur film ini
sebenarnya.
Selain itu, beberapa adegan juga tampak
tidak / kurang masuk akal, seakan mereka memang berada dalam sebuah film yang
sudah diatur jalan ceritanya–bahwa mereka sudah tahu tidak akan ketahuan
ataupun mati sebelum saatnya. Seperti pada saat Rama (diperankan Iko Uwais)
yang sedang bertelepon di rumah Bangun (diperankan Tio Pakusadewo). Ia adalah
polisi dalam penyamaran, seharusnya ia sedikit berhati-hati dengan tindakannya
itu, bagaimana mungkin ia bisa bertelepon dengan tenang dan yakin (dengan
membelakangi pintu) bahwa seseorang tidak akan mendengarkannya di luar sana
yang justru nanti akan membuatnya ketahuan. Juga, ketika para narapidana ingin
menghantam Rama di toilet, kenapa pintu toilet-yang-jelas-jelas-rusak tidak
bisa dibuka begitu saja ketika Rama merapatkannya kembali?
Bagaimanapun, terlepas dari
kekurangannya yang cukup bisa dimaklumi, ‘The
Raid 2: Berandal’ adalah sebuah film action
yang sangat direkomendasi untuk dinikmati.
---
Tags : the raid 2: berandal, gareth evans, action
Tidak ada komentar:
Posting Komentar