Mewangi cuplikan daging yang diam dalam
tusukan di atas bara menjelma bersama asap. Menghiasi pemandangan malam di
salah satu cahaya oranye yang perlahan hilang hingga tak sempat mengganggu
mereka yang tertawa bertiga; Alin, Mira, dan Vino. Mereka berdiri di pinggir. Membahas
apa saja yang mungkin sambil menunggu angkutan pulang. Tak peduli seberapa banyak
kendaraan yang saling berdesingan untuk pergi, mereka larut dalam percakapan
sendiri di keramaian. Alin dan Mira adalah teman sejak kecil –jika kau
bertanya. Rumah mereka berdekatan -tentu. Dan Vino adalah pria di sela – sela kehidupan
keduanya, yang semenjak semester dua selalu mengisi ruang ketika masalah ingin menetap
lama. Dalam hal ini kebanyakan bersama Mira –mengingat kedua orang tuanya yang
sering bertengkar di rumah. Entah dengan alasan apa Vino melakukan itu, yang
pasti dia pria yang baik.
Hari itu mereka baru saja menyelesaikan
ujian tengah semester mereka. Pulang siang, ketiganya memutuskan untuk pergi ke
salah satu mall Jakarta. Refreshing. Dan
–seperti biasa- ketika hal seperti ini terjadi –makan dan jalan bersama teman-
jarang diantara kita yang mengingat waktu atau mungkin sengaja melupakan waktu untuk
saling berpamitan, termasuk mereka. Hingga akhirnya sekarang ketiganya berakhir
disini, di pinggir jalan, dalam malam.
Di tengah gelak tawa, angkutan kedua gadis
itu datang tiba – tiba. Memutuskan segalanya dengan ending yang tidak begitu
jelas dan dipaksakan. Tawa. Percakapan. Alin yang pertama. Dengan senyum yang
belum utuh habis ia pergi naik, sementara Mira menyempatkan diri untuk melambai
pada Vino.
“Bye ..”
Keduanya duduk di depan pintu angkutan
dan sekali lagi Mira melakukan hal itu, kegiatan melambainya –kali ini dengan
duduk. Kepalanya menatap Vino dengan tersenyum. Sekali pria itu
memperhatikannya. Membalas dengan lambaian dan senyuman. Sisanya ia sibuk memandangi
gadis berambut hitam bergelombang yang sedang tidak memperhatikannya di sebelah
Mira. Alin. Sungguh, saat itu ia sangat mengharap dia akan berbalik menatap. Tapi
nyatanya tidak. Alin sibuk dengan sesuatu di dalam tasnya. Sesuatu yang mungkin
lebih penting. Sebuah ponsel. Tanpa sempat berbuat hal lain, angkutan itu kemudian
pergi. Menyisakan kepulan dan rasa yang belum terucapkan di belakang.
---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar