[Review] Air Terjun Pengantin Phuket

Directed by Rizal Mantovani

Tiara (Tamara Blezynski) ingin melupakan masa lalunya dengan melarikan diri ke Phuket, Thailand, setelah mengalami depresi berat karena tewasnya sang kekasih dan teman-teman terdekat adiknya di sebuah pulau misterius bernama Pulau Pengantin. Di Phuket, dirinya membuka usaha bar kecil-kecilan bersama dengan satu orang temannya, Lea (Laras Monca), dan berlatih Muay Thai untuk mengisi kekosongan.

Suatu ketika, teman kuliah Tiara yang masih saja menyimpan rasa padanya, Alan (Darius Sinathrya), datang mengunjungi mereka bersama dengan keponakannya; Maureen (Kimberly Rider), Kenny (Stefan William), dan Aida (Una Putri).

Merasa sebagai orang yang bertanggung jawab atas kenyamanan para tamu-tamunya, Lea kemudian merencanakan kunjugan pribadi ke pulau-pulau di sekitar Phuket, yang kemudian karena suatu hal membawa mereka beralih pada sebuah pulau asing.

Tiara merasakan firasat buruk, terutama pada nama pulaunya yang jika ditukarkan dalam bahasa Indonesia berarti Pulau Pengantin, yang lantas berniat membatalkan perjalanan mereka. Tapi sayangnya Alan menyangka bahwa itu hanya sekadar masa lalu yang harus dilupakan, tidak lebih, maka mereka pun melanjutkan perjalanan.

Segalanya berubah setelah mereka tiba. Satu per satu barisan mereka hilang. Tersesat untuk dibunuhi. Jerangkong mancung, mimpi buruk Tiara yang sebelumnya telah membunuhi sadis orang-orang terdekatnya, kembali menunjukkan diri–yang kali ini tidak sendiri, melainkan bergerombol, sekte.

---


Seperti yang dikabarkan, ‘Air Terjun Pengantin Phuket’ merupakan sekuel dari film ‘Air Terjun Pengantin‘ yang mendapat lebih dari 1 juta penonton di tahun 2009 oleh sutradara yang sama yaitu Rizal Mantovani.

‘Air Terjun Pengantin Phuket’ masih menceritakan tentang kisah Tiara yang diperankan oleh Tamara Blezynski, yang mana sekarang tengah mengalami depresi akan masa lalu yang belum bisa ia lupakan tentang kekasih dan teman-teman adiknya yang mati dibantai sosok ‘jerangkong mancung’ di Pulau Pengantin.

Sekuel ini dibuka dengan scene lari sepasang kakak-beradik Thailand yang terjebak di sebuah pulau misterius. Disini tampak sekali Rizal Mantovani tidak mau repot-repot mencari aktor ataupun aktris Thailand yang memang benar-benar memiliki kualitas akting untuk film terbarunya ini. Terlihat dari akting keduanya–terlebih sang kakak–yang sangat datar dalam berdialog. Sangat disayangkan, mengingat scene pembuka adalah satu dari beberapa yang menentukan. Sebelum akhirnya adegan pembuka ditutup dengan cukup ‘manis’.

Sebagai film sekuel, ada sebuah tanggung jawab tak tampak yang mencekik sang sutradara dan juga penulis naskah. Mereka harus membuatnya lebih baik dari pendahulunya atau setidaknya menandingi. Tapi tampaknya kedua belah pihak tersebut–Rizal Mantovani dan Alim Sudio–tidak begitu mengkhawatirkannya. Tidak seperti halnya Rizal Mantovani dan Ve Handojo dalam ‘Kuntilanak 2’ yang benar-benar menaikkan kadar kengerihan dan ketegangan, ‘Air Terjun Pengantin Phuket’ dibiarkan begitu saja menjadi sebagai sekuel yang gagal. Membayangkan bagaimana film ‘Kuntilanak 2’ ditambah dengan trailer ‘Air Terjun Pengantin Phuket’ yang cukup menjanjikan mencekam, membawa sebuah ekspektasi besar tersendiri pada film ini yang nyatanya membawa pada kekecewaan besar.

Konsep yang diberikan Alim Sudio sebagai penulis naskah sebenarnya sudah bagus untuk sebuah sekuel. Tentang sebuah sekte. Seharusnya ini bisa menjadi sesuatu yang lebih dari pada film pendahulunya. Karena nantinya–jika digarap dengan baik–kita akan dihadapkan pada lebih banyak pembunuh, dan tentu saja lebih banyak ketegangan. Hanya saja Alim Sudio dan Rizal Mantovani tidak memanfaatkannya dengan baik. Alurnya melompat kesana kemari tanpa diiringi dialog yang wajar. Para pemainnya terjebak pada dialog-dialog yang tidak seharusnya sehingga tidak bisa tampil sewajarnya, termasuk Tamara yang notabene-nya ‘senior’ dalam film ini. Bahkan untuk ending yang seharusnya mencapai klimaks dan menjadi kata maaf yang baik dari apa yang telah diperbuat film ini dari sejak awal, Alim Sudio tidak melakukan apa-apa.

Dubbing dalam film ini juga turut menjadi penambah nilai minus. Banyak dialog-dialog yang tidak pas dengan gerak mulut yang membuat kita risih untuk melanjutkan. Dengan segala halnya, film ini bisa dibilang sebagai film terburuk Rizal Mantovani.

Setelah semua–kehancuran–yang ia lakukan dalam film ini, tampaknya Rizal Mantovani tidak ingin mengecewakan penontonnya dan pulang dengan cacian begitu saja, ia memperkuat action yang mana benar-benar terlihat real dan cukup menghibur. Satu titik penulis berpikir tentang kemungkinan yang menjadi penyebab hal-hal minus di film ini terjadi; Rizal Mantovani terlalu sibuk (bingung) menekankan perubahan genre-nya, yang mana dari genre film sebelumnya adalah thriller menjadi action-thriller. Kalau Rizal Mantovani mengharapkan sebuah film action dalam filmnya ini, ya mungkin dia mendapatkannya. Namun jika mempertanyakan unsur thriller, film ini tidak memberikan apa-apa.

Selain kelas action-nya yang benar-benar digarap dengan cukup baik, hal positif lain yang mungkin tersisa dari film ini adalah adanya riset yang cukup meyakinkan tentang adab Muay Thai dan lingkungan Thailand itu sendiri sehingga membuat kita mengenal sedikit tentang apa-apa yang ada Thailand, dan juga adegan yang menonjolkan keseksian para aktrisnya lebih sedikit dari pendahulunya–walaupun masih saja ada.

Melihat bagaimana film ini ditutup, bukan tidak memungkinkan jika Rizal Mantovani dan Alim Sudio akan muncul kembali dalam sekuel selanjutnya. Orang-orang hanya bisa berharap pada Rizal Mantovani yang mendapat best-director atas ‘Kuntilanak 3’ di ajang Festival Film Bali tahun 2008. Namun jika tidak berhati-hati dan tidak ada perbaikan dalam plot ataupun garapannya, bisa saja film ketiga nanti adalah film penutup yang akan menuai kerugian terbesar dalam seri ‘Air Terjun Pengantin’.

---


Tags :  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages