[Review] The Perfect House


Julie (Cathy Sharon) adalah seorang guru privat untuk anak - anak berkebutuhan khusus. Cantik, cerdas, namun memiliki mimpi buruk di masa lalu. Suatu saat, ketika ia ingin mengambil cuti, ia dihadapkan pada klien ketiga belas-nya atas nama Januar (Endy Arfian) yang merupakan cucu dari seorang Madam Rita (Bella Esperance). Awalnya ia menolak dengan alasan begitu rindu dengan kampung halaman di Bandung, namun kisah yang disampaikan Madam Rita membuatnya seolah – olah berpikir bahwa anak yang bernama Januar itu sangat membutuhkannya.

Mereka tinggal jauh dari Jakarta, di puncak. Untuk itu Julie terpaksa menginap disana, di sebuah rumah klasik yang besar. Ia tidak mungkin pulang balik Jakarta – puncak setiap harinya ketika ingin pergi mengajar.

Di rumah itu mulanya ia hanya dijejali dengan beberapa aturan; Januar tidak boleh keluar rumah tanpa seizin Madam dan pintu akan dikunci ketika Madam sedang tidak ada di rumah. Tapi belakangan semuanya memburuk. Keanehan – keanehan mulai menunjukkan wujud nyata. Januar yang pernah didapat berbicara sendiri, memar di punggung Januar, hingga pada kenyataan yang menuntunnya bahwa Lulu (teman kerja Julie yang sempat menangani Januar) tidak hanya sekedar kabur dari rumah itu.

Mau tak mau ia harus berhadapan dengan misteri dari sebuah rumah yang kelihatannya sempurna.

---

The Perfect House merupakan angin segar di perfilman Indonesia di tengah persaingan horror – horror yang tak jelas. Film bergenre physicological thriller yang disutradarai oleh Affandi Abdul Rahman ini mendapat sambutan hangat di Puchon International Fantastic Film Festival (PiFan) serta menarik perhatian beberapa distributor asing.

Bagian terbaik dari film ini adalah permainan emosinya yang mengerihkan. Penonton akan merasa ketakutan begitu film ini memulai ketegangannya, merasa turut panik ketika karakter – karakter mulai menyebarkannya. Cathy Sharon sangat membantu dalam hal ekspresi walau sempat beberapa kali meleset dalam dialog. Dan  Bella Esperance adalah … segalanya. Terlihat yang paling bisa mengambil kontrol terhadap karakter yang dimainkan. Dia adalah Dara dalam Rumah Dara, terlepas dari perannya yang hampir sama (seorang janda yang misterius). Tata artistik dalam film ini patut diacungi jempol. Sebuah rumah misterius terlihat begitu apik di pertualangan tanda tanya ini. Dan juga, nantinya penonton akan disuguhkan angle yang tak biasa.

Dialog di film ini cukup mengganggu. Ini adalah bagian kurangnya. Banyak dialog – dialog yang terkesan berlebihan atau tidak perlu diucapkan hingga cukup membuat penonton mengerutkan dahi ketika para pemain berinteraksi. Selain itu pemilihan Endy Arfian untuk bermain dalam film ini tampaknya kurang tepat. Bukannya tak bagus, justru Endy berhasil membantu Cathy dalam membawakan suasana di beberapa scene namun rasanya kurang bijaksana jika menempatkan Endy ke dalam salah satu peran penting ini.

Sebenarnya ending film ini sudah bisa ditebak hanya dengan menonton trailer-nya, ditambah sebuah adegan di bagian tengah –yang seharusnya di cut jika ingin menonjolkan sisi misterinya-. Tapi yang menjadi pertanyaan sebenarnya dari film ini adalah, mengapa. Siapa dia sebenarnya?

Untuk penikmat thriller yang telah menjamah novel – novel dan film – film luar negeri, keseluruhan dari film ini akan mudah dipahami walau sempat bertanya – tanya apakah film yang sedang ditontonnya ini asli Indonesia atau tidak, mengingat ‘the perfect house’ adalah film Indonesia pertama yang menggarap tentang ini. Namun bagi mereka yang hanya sekedar iseng untuk menonton, film ini menjadi referensi baru setelah sebelumnya sibuk bertanya – tanya pada mereka yang lebih paham.

---


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages